Wavy Tail animasi-bergerak-selamat-datang-0025

Jumat, 21 Juni 2019




Tirtayatra PGK, Minggu 26 Mei 2019

Dalam Ajaran Hindu kita mengenal Sad Dharma, yang terdiri dari:            
Dharma Wacana : Ceramah Agama
Dharma Tula       : Tanya jawab agama
Dharma Gita       : Nyanyian agama
Dharma Sadhana: Merealisasikan ajaran Dharma dalam kehidupan sehari-hari
Dharma Santi     : Suatu pertemuan untuk saling memaafkan kesalahan dan berjanji tidak mengulanginya
Dharma Yatra  : Suatu perjalanan suci yang bertujuan untuk memperoleh kesucian

Dharma Yatra sering disebut dengan Titra Yatra yang berarti perjalanan suci untuk mencari Tirta Amerta

Tirta dalam Kitab Suci Rg Weda 1.23.22

Idam aapah pra vahata, Yat kim ca duritam mayi
Yad vaaham abhidudroha, Yad vaa sepa utanretam

Ya Tuhan Yang Maha Esa, penguasa air yang Agung lenyapkanlah dosa-dosa hamba meskipun kami telah mengetahui bahwa perbuatan itu tidak semestinya kami lakukan.

Jika ada noda pada tubuh/pakaian kita maka airlah yang dapat membersihkannya.
Dan ternyata dalam mantra ini dosa pun dapat dilenyapkan dengan tirta

Dalam Kitab Sarasamuscaya itu ada khusus judul tentang Tirtayatra yaitu sloka 277-279

Akrodanasca rajendra,  Styacilo dridhavratah
Aatmopamasca bhuutesu, sa tirtaphalamasnute

Sadaa daridrairapi hi sakyam, praptum naraadhipa
Tithabhigamanam pun-yam,  yajneerapi visisyate

Sarasamuscaya 277: (Orang yang berprilaku tidak marah, teguh pada bratha, kasih sayang terhadap semua mahkluk, akan mendapatkan pahala dari perjalanan tirtayatranya)

Sarasamuscaya 279: (Keutamaan Tirtayatra itu amatlah suci, lebih utama dari penyusian dengan Yadnya yang lain dan dapat  dilaksanakan oleh orang yang tidak punya harta sekalipun)

Apa Yang harus dilakukan saat melaksanakan Tirtayatra? Sesuai dengan tema tirtayatra kita hari ini yaitu melalui Tirtayatra kita tingkatkan kualitas sradda dan Bakti peserta didik PGK, maka Selama melaksanakan tirtayatra (perjalan suci) para yatri (peserta) akan mendengarkan cerita-cerita mengenai tokoh sejarah atau tempat yang dikunjungi (Sravanam), pada saat tertentu juga turut menyanyikan kidung suci keagamaan atau menyebut-nyebut nama Tuhan berulang-ulang (kirtanam), dalam perjalanan selalu mengingat Tuhan dengan segala manifestasinya (Smaranam), melakukan pemujaan di Pura Halim (Arcanam), juga ada kesempatan membaca cerita-cerita suci keagamaan atau sloka-sloka kitab suci (Wandanam), selalu berusaha mengabdi kepada Tuhan dengan jalan mengekang rasa ego atau ahamkara (Dasyam), ada juga yang melakukan pemujaan dengan merebahkan diri tertelungkup di hadapan yang dipuja, Tuhan, cara ini dikenal dengan istilah "memuja kaki padma Tuhan" (Padesevanam) OKI maka melakukan tirtayatra dianggap sungguh-sungguh utama, lebih suci dari pelaksanaan Yadnya lainnya.
2. Tempat-tempat Tirthayatra.

Pada umumnya Tirthayatra dilakukan di India dengan mengunjungi tempat-tempat suci yang ada kaitannya dengan sejarah turunnya wahyu Weda yang diterima para Maha Rsi yang kemudian disebarkan dan dikembangkan untuk pembinaan umat manusia. Tempat-tempat tersebut yang dianggap suci antara lain : sumber mata air seperti Sungai Gangga, Sungai Yamuna, Sungai Saraswati dan lain sebagainya. Demikian juga diketinggian yaitu di Gunung seperti Pegunungan Himalaya dan sekitarnya. Ditempat-tempat seperti inilah diyakini dapat mensucikan diri baik lahir maupun bathin.


Bagi umat Hindu di India biasanya mereka melakukan Tirthayatra adalah minimal mengunjungi 7 (tujuh) tempat suci antara lain:

11. Badrinath, Sebuah tempat suci di lereng Himalaya bekas pertapaan Maha Rsi Vyasa (Vedavyasa/Krsnadvaipayana) penyusun kitab suci Veda, Bhagawadgita, Mahabharata dan lain-lain.
 2.Haridvar, yaitu tempat suci di hulu sungai Gangga dan tepi sungai Gangga bernama Brahmakunda diyakini sebagai tempat turunnya amerta.
 3. Ayodhya adalah kota suci tempat lahirnya Sri Rama.
 4.Benares atau Varanasi, pada jaman dahulu disebut Kasipura (Mandira) dan Dharmasala (Asrama).
 5.Prayag atau Triveni yaitu sebuah kota tempat bertemunya tiga sungai suci di India yaitu sungai Gangga, sungai Yamuna dan sungai Saraswati. Pertemuan ini disebut Triveni (di Bali disebut Campuhan). Kota ini juga bernama Allahabad.
 6. Mathura adalah salah satu kota suci tempat lahirnya Sri Kresna.
 7.Vrindawan atau Brindaban yaitu tempat suci bekas Sri Kresna bermain-main semasih muda bersama para Gopi.

Umat Hindu di Indonesia biasanya melakukan Tirthayatra ke Pura-Pura atau Candi-Candi Hindu yang memiliki nilai sejarah dan nilai spiritual. Dang Kahyangan yang ada kaitannya dengan perjalanan para Maha Rsi dalam mengembangkan ajaran agama Hindu di Bali. Khusus di Bali tempat-tempat suci guna melaksanakan Tirthayatra antara lain di Pura-Pura Kahyangan Jagat yaitu Pura Lempuyang Luhur, Pura Andakasa,Pura Watukaru, Pura Batur), Pura Goa Lawah), Pura Uluwatu), Pura Besakihdan lain-lain.

Nah bagi kita yang di Jakarta, Jabar dan Banten dengan tidak mengurangi rasa kesucian, Tirthayatra dapat dilakukan di Pura-pura ada di sekitar kita seperti hari ini kita berkunjung ke Pura Halim… dengan segenap hati ijinkan kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pengurus Pura halim dan Pengurus Pasraman di Pura ini Kepada Bapak Letkol Suwarno selaku pimpinan Pasraman sekali lg kami mengucapak terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya kepada Pasraman Giri Kusuma Bogor.

Adapun Tema Tirta Yatra kita kali ini adalah melalui pelaksanaan Tirtayatra kita tingkatkan Kualitas Sradda dan Bhakti peserta didik dan keluarga besar Pasraman Giri Kusuma.
Peserta Tirta Yatra kali ini ke Pura Halim, Minggu 26 Mei 2019 berjumlah 180 orang terdiri dari Siswa, guru dan Pemangku dari Pura Giri Kusuma.




Om Awignam astu namasidham
Atas asung atas kerta wara dari Ida Sang hyang Widhi pelaksanaan upacara samawartana telah selesai kita lakukan pada Hari ini 5 Mei 2019 terhadap 16 dari 26 Siswa Pasraman Kelas 12.
Pada saat awal kalian mengikuti pembelajaran di pasraman ini dilakukan Upacara Upanayana yaitu upacara untuk menandai bawasanya kita telah menjalin suatu ikatan sebagai ‘guru-murid’ melalui ritual keagamaan. Upanayana ditandai dengan pemberian benang suci oleh sang Guru. Benang ini sebagai simbol bahwa murid dan Guru terikat erat seperti pilinan benang itu. Benang itu juga memiliki arti bahwa ikatan antara Guru dan murid itu tidak akan terlepas begitu saja meskipun antara Guru dan murid itu tidak memiliki hubungan darah. Guru merupakan symbol orang tua bagi sang murid, sehingga semua perkataannya seharusnya dipatuhi dan ditaati oleh murid tanpa bantahan dan kesangsian. Karena seperti orang tua, Guru hanya akan memberikan yang terbaik untuk muridnya. daan seorang Guru seharusnya menyayangi murid-muridnya seperti orang tua sayang pada anaknya.
Anak-anakku semua hari ini kita melakukan Upacara Samawartana. “Samawartana merupakan pengesahan terhadap para siswa  yang telah lulus dalam menempuh pendidikan selama 12 tahun di pasraman. Nah karena kalian telah menyelesaikan pendidikan di tingkat utama widya pasraman maka saat ini kalian akan meninggalkan pasraman untuk melanjutkan pendidikan kalian ke  jenjang yang lebih tinggi.  Untuk itulah maka kami para guru dan orang tua kalian menyelenggarakan Samawartana samskara ini.
Kesan ibu terhadap angkatan kalian adalah kalian semua merupakan siswa yang sopan, giat, dan kreatif.
Pesan ibu untuk kalian,  teruslah kalian menutut ilmu sesuai dengan cita-cita masing-masing, jadilah pribadi-pribadi yang menarik, tetap rendah hati dan  dalam kehidupan sehari-hari nantinya, berusahalan selalu mengatakan kebenaran, jangan lari dari tanggung jawab dan jangan pernah meninggalkan jalan Dharma walau dalam keadaan sulit sekali pun.  
Harapan Ibu semoga kalian semua sukses dalam meraih cita-cita dan menjadi orang yg berguna bagi orang lain., hanya doa terbaik yg bisa kami berikan. Selamat sekali lagi semoga menjadi manusia yg lebih dewasa dan bertanggungjawab.
Anak-anaku yang ibu cintai, mulai saat ini kalian telah dianggap dewasa dan dapat menentukan pilihan sendiri secara bertanggung jawab. Selama 12 tahun kalian menuntut ilmu di pasraman ini tidak menutup kemungkinan ada hal-hal yang kurang berkenan dari kami para guru semua yang ada di sini, khusus untuk angkatan ini kalian tiga tahun bertemu dengan ibu senagai guru kalian yaitu di kelas 7, kelas 11 dan kelas 12 banyak hal yang telah kita lewati dan banyak tempat yang telah kita kunjungi. Harapan ibu kalian tetap bisa mengenang hal-hal indah bersama. Mulai dari tirtayatra, kunjungan ke Krishna temple, kegiatan ngelawar di pasraman, bhakti social dengan membagikan makanan kepada yang kurang mampu, dsb.  Sebagai manusia biasa ibu mohon maaf bila sepenjang kebersamaan kita ada hal-hal yang kurang berkenan dihati kalian.    
Pada acara ini anak-anak juga mendapatkan pesan Dharma dari Ketua Komite Pasraman, Ketua Yayasan Dharma Santi Bogor dan Ketua WHDI kota Bogor.












                                                                                                                                                                 

Minggu, 27 Januari 2019

Pasraman Kilat 2019

"Harmoni Dalam Kebersamaan"


Indahnya kebersamaan di Pasraman Giri kusuma pada tanggal 26-27 Januari 2019. Sejumlah 80 peserta pasraman kilat hadir pada pagi hari disambut dengan guyuran hujan, tak pula menyurutkan langkah para pendaki dharma ini untuk tetap hadir. Peserta kali ini berasal dari Pasraman Giri Kusuma Bogor, Pasraman Raditya Dharma Cibinong, Pasraman Dharma Giri Ciangsana dan Pasraman Bumi Natha Sakti Bogor.

Beberapa rangkaian kegiatan ini terangkum dalam Foto berikut ini.





Semoga Kegiatan kebersamaan seperti ini tetap akan terjalin di masa mendatang sehingga membuat peserta didik Hindu se kota Bogor semangkin bangga dengan agamanya.
Om Sarwa Sukhinah Bhavantu.

Bogor, 28 Januari 2019
Gusti Ayu Kade Sutini

Rabu, 06 Januari 2016


Percakapan antara Rsi Narada dengan Dewa Wisnu

Ketika Tuhan datang sebagai awatara, mengapa Tuhan tidak memperbaiki seluruh dunia? Mengapa hanya memberkati sedikit orang? Apa itu tidak ketidakadilan?
Mungkin saja kita merasa tidak adil, namun sebenarnya Tuhan selalu adil kepada semua ciptaannya. Tuhan tidak pernah pilih kasih. Ada sebuah cerita yang menarik untuk kita renungkan bersama kaitannya dengan kasih Tuhan kepada ciptaannya. Berikut ada sebuah cerita yang sangat menarik untuk kita pahami bersama berkait dengan kasih Tuhan kepada semua ciptaannya:
Suatu hari Narada berpikir, “ada sedemikian banyak keburukan di dunia dan Dewa Wisnu tetap saja diam. Bila dia mengirim aku, akan kubimbing semua orang ke jalan yang benar.” Dengan pikiran seperti ini dia mengunjungi Vaikuntha. Wisnu menerima Narada dan menanyakan alasan kunjungannya. Waktu Narada menyampaikan pikirannya, Dewa Wisnu berkata, “Baik pergilah ke dunia dan ajarkan bhakti. Aku sudah tidak peduli  karena itu kau saja yang mengajarkannya.” Di sebuah hutan di dunia, kau akan menemukan seekor burung gagak bertengger di dalam pohon. Ulangi kata Govinda tiga kali di depan burung gagak itu. Lalu kembali ke sini untuk bercerita apa yang terjadi kemudian.”
Segera sesudah Narada selesai menyebut Govinda tiga kali, si burung gagak langsung menirunya dan tiba-tiba jatuh mati. Narada kembali dan melaporkan apa yang terjadi kepada Wisnu yang segera menugaskan Narada untuk melakukan hal yang sama di hadapan burung kakak tua itu. Narada menurut, si burung kakak tua juga meniru kata Govinda tiga kali dan mati. Narada menjadi ketakutan dan melaporkan ini kepada Wisnu. Wisnu berkata, “Tidak apa-apa, dan sekarang lakukan hal yang sama dihadapan seekor anak sapi yang baru lahir di kandang seorang Brahmana.” Narada berkata “Tidak Swami aku tidak mau. Bila anak sapi itu mati, Brahmana itu akan mengutukku.” Wisnu berusaha supaya Narada pergi lagi. Narada akhirnya setuju. Dan anak sapi itu mati juga. Narada lari tunggang langgang ke hadapan Dewa Wisnu dan sesudah bercerita menambahkan, “Bila aku mematuhi kata-kata-Mu lagi, aku akan dikutuk selamanya.”
Wisnu lalu memohon dan mendesak Narada supaya mau melakukannya untuk terakhir kalinya dan berkata, “Bila ini terjadi lagi kau selamanya tidak usah mematuhi Aku lagi.” Wisnu lalu menugaskan Narada untuk mengulangi Govinda tiga kali di hadapan seorang pangeran yang baru lahir. Dengan enggan Narada memasuki istana Raja. Raja itu mempersilahkan  gembira, memperlakukannya dengan hormat dan memohon kepada Narada untuk memberkati putranya yang baru lahir. Meski Narada ketakutan tetap saja dia mengulangi govinda tiga kali di hadapan bayi itu. Tiba-tiba anak itu berkata, “Oh, Rishi aku sangat berterima kasih kepadamu. Waktu aku masih burung gagak, kau memberi aku upadesa dan aku menjelma menjadi burung kakak tua, lalu sebagai burung kakak tua kau memberi aku upadesa lagi dan aku menjelma lagi menjadi anak sapi. Lagi-lagi kau memberi aku upadesa dan aku menjelma lagi menjadi pangeran. Sesudah mendapat dharsanmu aku merasa puas. Hormat kepadamu.”
Mendengar cerita ini Narada merasa malu dan dia mendapat pengertian bahwa Tuhan tidak pernah berhenti membimbing manusia. Dia berpikir, “Bila seseorang bisa mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi dengan hanya menyebut-nyebut nama-Nya tidak terbayangkan betapa besar mahima-Nya. Aku tidak sadar akan hal ini. Aku mempersalahkan Dewa Wisnu.” Narada lalu ke Vaikuntha lagi dan dengan rasa penyesalan yang dalam dia menjatuhkan diri di hadapan Dewa Wisnu dan memohon diampuni kesalahannya.

Disarikan dari buku “Hukum Karma dan Cara Menghadapinya”